Yah
kau bulan.. bulan pada malam hari. Berdiri kokoh bak prajurit yang tangguh.
Selamat
malam.. tulisanku dimulai pada malam hari. Entah mengapa malam selalu membuatku
memikirkanmu, mungkin karena waktu malam adalah waktu saat kita pertama
bertemu.
Oke
kali ini aku bercerita tentang cara mencintai yang baru kali ini bisa aku
lakukan, dan bisa membuatku bertahan dengan cara seperti ini.
Cinta
merupakan fitrah, ia suci dan sangat indah. Tak semua bisa merasakan cinta,
mungkin mereka bilang itu cinta namun ternyata itu hanya hawa nafsu duniawi
yang setan buat sedemikian rupa menyerupai cinta, tapi itu bukan cinta!
Malam
selalu membuatku memikirkanmu, padahal sudah berapa kali aku berusaha untuk
tidak ingat lagi kenangan kita, namun tetap nihil, kenangan itu terus hadir
satu per satu, membuat kenangan itu menjadi cerita. Tapi aku harus sadar ini
sudah terlambat.
Mari
kita mulai..
Suatu
tempat perbelanjaan yang sangat ramai pengunjung.. Aku, Sinta, dan Fandi
berjalan bersama. Kami tiba di sebuah restaurant, karena kami sedang lapar. Tak
ada yang istimewa dari kalimat pembuka ini. Yah kami makan, tertawa, dan bercerita.
Dan apa sebenarnya yang ingin aku sampaikan?
Di
tempat ini, ada kursi kosong di sampingku saat makan. Aku berbalik membelakangi
pintu masuk restaurant ini, jadi aku tak melihat siapa-siapa baik yang datang
maupun yang pergi. Eng ing eng..
Kau
datang.. aku kembali melihatmu. Kau duduk di kursi sebelahku, walaupun tidak
tepat di sebelahku. Kau asik berbicara dnegan Fandi, aku pun tak
menghiraukanmu, tapi tahukah kau berapa kali jantungku berdebar kencang ketika
dari sudut mataku benar-benar melihatmu lagi, ah lupakan~
Kau
hanya sebentar, tak lama fandi pun pergi juga. Menyisahkan aku dan sinta. Setelah
itu Aku kembali mengitari pusat perbelanjaan itu, kami berjalan, sambil
menunggu acara di mulai. Cukup lama sampai hari hampir menjelang sore,
lagi-lagi aku melihatmu dari lantai 2. Aku tersenyum sendiri melihat tingkahmu
di atas panggung. Andai yang kau ceritakan itu adalah tentang kita. Ah lupakan~
Aku
selalu senang melihatmu, walau itu hanya dari kejauhan. Tenang saja, aku tidak
akan mendekat, karena ku tahu, kau akan pergi jika aku kembali mendekatimu. Tak
ada sapaan tak ada guratan senyum untukku, saling berpura-pura tidak
memerhatikan. Memilukan sekali~
Sorepun
hadir namun belum menampakkan senja, aku pergi dari penglihatanmu, aku dan
sinta melangkah menuju lantai tiga untuk menunaikan shalat ashar, dan ketika
selesai, kudapati dirimu berdiri di dekat tangga. Dan kau seorang diri disana.
Ingin
rasanya aku menghampirimu, membuka percakapan…
“mengapa
kamu sendiri?”
“kau
sudah shalat?”
“wah
aksimu tadi keren sekali” Dan banyak
pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Sekali
lagi aku tak bisa mendekat, aku takut. Aku takut kau semakin jauh, bahkan
hingga mata minusku tak mampu mencarimu lagi. Aku takkan membiarkan itu terjadi.
Cukup
melihatmu dari jauh, aku sudah bahagia. Anggap saja ini hukuman bagiku dari
masa lalu.
Aku
dan sinta kembali menuruni anak tangga, sesekali mataku melihatmu, namun tetap
kau sendiri diam, dan seperti memikirkan sesuatu.
Sampai
pada lantai dasar, kau masih dengan posisi seperti itu, melihat ke bawah, diam,
tanpa bicara. Entah ini ilusi atau nyata, entah aku yang berlebihan atau ini
benar adanya.
Kau
ingin menyapaku kan? Kau ingin berbicara dengan ku kan? Dan kau masih meragukan
ku ? dan ilusi ilusi lain. Sampai aku turun, kau masih melihatku dari atas sana
kan? Haha terlalu percaya diri~
Mungkin
kau muak melihatku, mungkin kau tak ingin lagi menemuiku, mungkin kau ingin aku
pergi dari hidupmu seperti dulu, dan banyak kemungkinan buruk yang selalu
menghantuiku. Please help me! Berikan aku jawaban~
Kembali
pada cinta~
Aku
sadar bahwa aku tak seharusnya mengusikmu lagi, aku tak seharusnya menemuimu
waktu itu jika benar-benar perasaan itu telah mati, percuma membendung jika
arus itu semakin kuat dan bahkan membuat bendungan itu runtuh, percuma~
Dan
kini aku hanya bisa tetap tinggal bersama puing kenangan, hanya menatap dari
jauh, diam tanpa bahasa, dan tidak akan pernah mendekat, walau pertemuan itu
selalu ada. Pertemuan itu akan selalu seperti itu, tidak berarti apa-apa bagimu.