Pagi ini, aku hendak berjemur di tengah terik matahari pagi tepat di atas atap kamarku, aku berdecak kagum atas apa yang Tuhanku ciptakan. Pohon hijau yang mempermudah manusia menghirup oksigen di pagi hari, disertai kicauan burung yang hinggap di dahannya. Awan putih seraya menari pada indahnya langit biru. Sesekali kupalingkan wajahku untuk melihat bangunan-bangunan rumah bak gedung pencakar langit daerah perkotaan. Aku bernafas panjang, "Tuhan udara ini begitu segar, udara dan terik matahari ini sangat membantu terapiku, agar bakteri itu perlahan pergi." Lalu mataku tertuju pada sebuah rumah yang ada di hadapanku. Memperhatikan aktivitas pagi penghuni rumah tersebut. Ada anak kecil di sana, usianya sekitar 2-3 tahun. Ia berjalan mencari sesuatu entah itu apa. Setelah mencari, ia kembali menghampiri ibunya, ayahnya pun hendak berangkat kerja, lalu anak itu juga menghampiri ayahnya, ia begitu polos, ia mengambil tangan ayahnya dengan lembut lalu menciumnya. Menatap ayahnya dengan kasih sayang. Tak ada yang luar biasa dari apa yang anak itu lakukan. Tapi aku menitihkan air mata haru melihatnya. Anak itu tidak sepenuhnya tahu tentang apa yang terjadi pada ayah dan ibunya. Walaupun mungkin dulunya anak itu pernah jadi anak yang tidak diinginkan, tapi saat ini ia tumbuh dengan sehat. Ia bahagia terlahir di dunia ini. Mungkin orang lain akan menganggap bahwa ia adalah aib bagi keluarga, tapi baginya, mempunyai ayah dan ibu saat ia lahir adalah anugerah. Ia tersenyum, ayah ibunya tersenyum, seakan melupakan masa lalu. Indah sekali~
Aku bergumam dalam hati, "Allah swt sangat luar biasa, ia selalu tahu skenario terbaik bagi hambanya, apa jadinya jika saat itu ibunya aborsi? Tentu saja anak itu tidak akan tersenyum melihat ayah ibunya, dan mungkin saja ayah ibunya akan merasakan rasa bersalah yang teramat dalam seumur hidup. Hmm, sembari menghela napas, berpikir bahwa "Segala qadha dan qadar sudah di atur sebelum manusia itu di lahirkan, maka apa salahnya kita mengikuti alur yang ditunjukkan oleh Tuhan?" Kalimat pembenaran saat hati mulai dipenuhi ketenangan. Mengusap perlahan air mata yang telah tumpah ruah membasahi tulang pipiku. Sambil berdoa dengan khidmat kepada sang perencana terbaik. Bermohon agar kiranya doa yang kupanjatkan diijabah dan membuatku berkata "Sungguh Allah Swt Telah baik untuk menjadikannya kenyataan" Qs. Yusuf: 100, terima kasih Tuhan atas nikmatmu yang tiada terhingga.
Aku bergumam dalam hati, "Allah swt sangat luar biasa, ia selalu tahu skenario terbaik bagi hambanya, apa jadinya jika saat itu ibunya aborsi? Tentu saja anak itu tidak akan tersenyum melihat ayah ibunya, dan mungkin saja ayah ibunya akan merasakan rasa bersalah yang teramat dalam seumur hidup. Hmm, sembari menghela napas, berpikir bahwa "Segala qadha dan qadar sudah di atur sebelum manusia itu di lahirkan, maka apa salahnya kita mengikuti alur yang ditunjukkan oleh Tuhan?" Kalimat pembenaran saat hati mulai dipenuhi ketenangan. Mengusap perlahan air mata yang telah tumpah ruah membasahi tulang pipiku. Sambil berdoa dengan khidmat kepada sang perencana terbaik. Bermohon agar kiranya doa yang kupanjatkan diijabah dan membuatku berkata "Sungguh Allah Swt Telah baik untuk menjadikannya kenyataan" Qs. Yusuf: 100, terima kasih Tuhan atas nikmatmu yang tiada terhingga.